Ketika sebuah perpisahan terjadi, siapakah yang lebih merasa sedih, yang ditinggalkan atau kah yang pergi meninggalkan? Ah, masih perlukah kesedihan? Bukankah memang tak ada satu pun yang abadi?
Ketika seseorang pergi untuk mengejar mimpi, masih perlukah air mata? Bukankah kepergian itu untuk kebahagiaan?Menuntut ilmu adalah mulia.
Ah... bagaimana pun air mata kadang mampu menyihir detik-detik perpisahan, menghapus debu kesal yang ada selama perjalanan bersama, menyegarkan daun kenangan, meneteskan embun doa dan asa untuk bahagia.
Salah satu kata yg paling berat untuk aku katakan dan dengarkan adalah kata ‘perpisahan’. Mudah untuk dituliskan, namun begitu berat untuk dihadapi. Namun mungkin bila tidak ada kata perpisahan, tidak akan ada kata pertemuan. Kedua kata itu adalah 2 hal yg tidak bisa dipisahkan. Bila ada pertemuan pasti akan ada perpisahan. Tatkala Nabi Adam AS diciptakan dan menemukan dirinya bermukim di surga, beberapa saat kemudian dia harus rela berpisah dengan surga yang penuh kenikmatan. Nabi Adam AS hijrah ke dunia yang unik, penuh warna dan tantangan. Inilah mungkin awal mula sejarah kata pertemuan dan perpisahan dalam sejarah anak manusia.Semoga analisaku tidak salah.
Siklus pertemuan dan perpisahan ini terus terjadi dalam kehidupan seseorang dan dalam sejarah peradaban manusia karena kedua kata itu memang mesti ada ketika manusia ada. Siapapun dia harus mengalaminya. Pertemuan biasanya diwarnai dengan hal2 yg indah dan membahagiakan. Perpisahan lebih byk dihiasi dgn kesedihan, keharuan dan linangan air mata. Jarang kondisi ini terbalik. Pertemuan adalah awal dari sesuatu yg baru, tapi perpisahan bukanlah akhir dari segalanya. Perpisahan bias menjadi awal dari sesuatu yang baru.
Mungkin saya termasuk salah seorang yang sedang mengalami siklus ini. Perpisahan dan pertemuan yang silih berganti dengan seseorang yang menjadikan hidupku penuh warna. Andai kata itu bisa dihapus dari kamus kehidupan ini, aku akan me-delete-nya secara permanen. Namun kata itu sepertinya adalah hal yg ‘default‘ dlm program kehidupan setiap insan, sehingga mustahil untuk dihilangkan. Atau jika aku tahu ketika ternyata kebersamaan dengan dia hanya sebentar, mungkin aku akan me-“ignore”-segala perasaan indah dahulu. Menyesalkah aku?! Entahlah…kekecewaan membuat aku tidak bisa berfikir jernih.
Kini aku sudah sampai kembali di penghujung malam. Kusingkirkan sajadah cinta yang menemani sepertiga malamku agar aku tidak menghitung berapa malam yang mesti kulewati tanpa dirinya. Ya…dulu aku sering melewatkan sepertiga malam ku bersamanya. Penantian yang berkepanjangan adalah hal cukup menyengsarakan. Menunggu pertemuan kembali adalah pekerjaan yang berat dan menegangkan. Kata orang penantian bisa menjadi hal yang membahagiakan bila kita menikmatinya dan mengisinya dengan hal2 yang bermanfaat. Namun secara jujur kukatakan, amat sulit untuk menikmatinya. Kadang malah menyiksa, semua terasa berat meski aku dan dia berusaha menutupinya dengan segenap rasa yang ada. Perpisahan yg berat, namun harus dijalani kembali demi menggapai sebuah mimpi. Aku tidak boleh egois, mimpinya begitu mulia. Justru seharusnya aku mendukungnya, dengan doa-doaku, dengan semangat untuknya selalu. Aku juga hanya bisa menyemangati diri sendiri. Jarak, waktu dan keadaan ini memaksaku kembali memisahkan cintaku.
Hari-hari terasa begitu lama untuk dilewati. Semangat yang biasanya begitu menggebu-gebu mendadak hilang. Keinginan untuk membuat hidup lebih bermakna dengan seabrek aktifitas pun musnah sudah. Yang ada malah semua berantakan karena fikiran tidak fokus. Apakah sehari telah berubah jadi 48 jam ? Sepertinya tidak, tapi kadang saya merasa seperti itu. Waktu seakan merangkak seperti siput yg ingin melewati jembatan Suramadu. Rindu yang membuncah seakan tak terbendung. Andai aku bisa, aku akan menggulung waktu kedepan dan memotong pita perjalanan hidupku untuk beberapa waktu. Andai aku bias, aku akan menyeberangi lautan yang luas, menghampirinya dan mengatakan padanya “Kanda, aku sangat menyayangimu!”. AArrghhh… Jika Doraemon di kamarku itu nyata aku akan memintanya untuk meminjamkan mesin waktu atau pintu ajaib miliknya. Ingin rasanya raga ini terbang ke suatu tempat walau tanpa baling-baling bambu. Menemui cintaku…Ya, menemui kanda ku. Aku ingin menangis di pundaknya, aku ingin menumpahkan segala kepenatan dipeluknya, ya...aku ingin disampingnya. Meski sejenak saja
Begitu banyak pesan dan hal-hal darinya yang masih ku ingat, semuanya melebur menjadi satu dalam jiwaku. Seakan aku ingin selalu menjaga semua itu karena dengan begitu aku akan selalu merasa dekat dengannya. YA…dia tidak pernah pergi dariku, dari hatiku. Kanda akan selalu ada dalam hatiku, dan ga akan ada yang mampu menggantikannya. Kanda selalu mengajarkan… Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencurahkan potensi diri kita untuk orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita berbagi suka dan duka dengan orang yang kita sayangi.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita bisa mengenal orang lain.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita membantu kepada sesama.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita mencintai pasangan kita, orang tua kita, saudara, serta mengasihi sesama kita.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita belajar dan terus belajar tentang arti kehidupan.
Kehidupan adalah kesempatan untuk kita selalu mengucap syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa … Kehidupan adalah ….tempat pijakan kita sementara, karena akhirat lah tujuan kita…Kehidupan adalah IBADAH…mendekatkan diri padaNYA.
Selengkapnya...